January 6, 2025

Sertifikasi dai merupakan isu yang tidak asing lagi dalam lingkup dunia penceramah. Sertifikasi bertujuan menginginkan adanya penceramah yang bisa menjadi perantara lidah kepada masyarakat tentang nilai-nilai islam dan nasionalisme. Namun, berbagai pro kontra sertifikasi dai dari pelbagai kalangan terus menyuarakan tentang hal ini. Termasuk dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Majelis Ulama Indonesia. Berikut ini adalah alasan mengapa MUI menolak sertifikasi dai.

Alasan MUI Menolak Sertifikasi Dai

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia, Junaidi Muhyiddin menegaskan bahwa MUI menolak adanya program sertifikasi dai. Beberapa tokoh besar MUI merasa bahwa rencana program penceramah bersertifikat telah menyebabkan kesalahpahaman dan kekhawatiran tentang intervensi pemerintah dalam masalah agama di Indonesia. Juga, potensi intervensi dalam implementasinya bisa sulit bagi umat Islam.

“Ini berpotensi disalahgunakan oleh beberapa pihak sebagai alat untuk mengontrol kehidupan beragama,” kata Muhyiddin.

Muhyiddin mengatakan MUI dapat memahami pentingnya program peningkatan keterampilan bagi para dai atau dai untuk meningkatkan persepsi keagamaan. Lebih lanjut, saat ini sangat penting untuk memahami materi keagamaan kontemporer seperti ekonomi syariah, materi produk halal dan persepsi nasional.

Baca Juga Sertifikasi Digital Marketing di Indonesia

Namun, ia kemudian menyarankan agar acara tersebut di serahkan sepenuhnya kepada mereka yang memiliki wewenang untuk menyiarkannya. Termasuk MUI dan organisasi/lembaga Islam lainnya.

“Kami menghimbau kepada semua pihak untuk tidak mudah mengaitkan masalah radikalisme dengan ulama, dai dan hafizh serta penampilan fisik (kinerja) mereka, termasuk mereka yang lantang tentang perintah makruf nahi munkar untuk memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. ,” kata Muhyiddin.

Pembahasan program sertifikasi penceramah berawal dari Menteri Agama Fachrul Razi pada akhir 2019. Kementerian Agama sendiri akan melaksanakan program pada September 2020 dengan menargetkan 8.000 dai bersertifikat untuk tahap awal. Dirjen Bina Keislaman Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan, program sertifikasi dai dari Kemenag berbeda dengan program sertifikasi profesi.

“Dai yang bersertifikat bukan sertifikasi profesi. Kalau pengajar seperti dosen memang ada sertifikasi profesi, maka kalau sudah bersertifikat harus memiliki bayaran sesuai standar.” kata Kamaruddin.

Kamaruddin membantu memastikan bahwa dai non-sertifikasi dalam program tersebut dapat berbicara seperti biasa di tempat-tempat ibadah.

Itulah penjelasan tentang MUI Tolak Sertifikasi dai. Jika kamu ingin menekuni profesi sebagai ulama dalam dunia digital, kamu bisa banget belajar tentang manajemen digital bersama Campus Digital. Kenapa? Karena kami bisa membantumu dalam mengembangkan jasa yang berbasis digital sehingga kamu akan merasa familiar dengan konten berbasis online. Yuk, gabung sekarang

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *