Sertifikasi dai merupakan isu yang tidak baru lagi di kalanagan dakwah indonesia. Sertifikasi di usung pertama kali pada tahun 2015 yang menginginkan adanya penceramah yang bisa menjadi perantara lidah kepada masyarakt tentang nilai-nilai islam dan nasionalisme. Namun, berbagai pro kontra sertifikasi dai dari berbagai kalangan terus menyuarakan tentang hal ini.
Lalu, bagaimana pro dan kontra yang di hadapi dalam sertifikasi dai ini? Apa langkah selanjutnya yang diambil oleh kementerian Agama mengenai hal ini? Untuk mengetahui jawabannya, mari simak info selengkapnya dalam artikel ini.
Pro Kontra Sertifikasi Dai
Mentreri agama, Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa program sertifikasi ini akan menciptakan dai yang berkualitas untuk berdakwah di tengah masyarakat tentang islam Islam rahmatan lil ‘alamin. Selain itu , ia juga menginginkan untuk selanjutnya masjid bukan hanya sebagai wadah beribadah namun juga bisa menguatkan toleransi antar umat beragama dan perdamaian. Namun demikian, ia juga mengaskan bahwa program ini tanpa aturan yang mengikat. Jadi, bagi para dai yang tidak ingin ikut program ini pun, tidak ada paksaan sama sekali.
Walaupun, menteri agama telah menyampaikan bahwa program ini tidak wajib, tetapi ada beberapa kalangan yang masih kontra dengan hal ini. Berikut adalah beberapa pro kontra yang masih menjadi polemik tentang sertifikasi dai:
Pertama, Polarisasi Di Antara Ulama
Menurut sudut pandang Hidayat Nur Wahid, dengan adanya program ini akan menimbulkan sikap saling curiga sesama para dai, dan itu akan berimplikasi pada perpecahan di kalangan ulama. Seperti ulama yang bersertifikasi dan tidak bersertifikasi. Dengan demikian, dikhawatirkan itu akan menjadi asap keretakan Islamiyah antar umat Islam dan para ulamanya.
Baca juga Fungsi Digital Marketing Pada Kurikulum Sekolah
Kedua, Adanya Afiliasi Sebagai Program “Pesanan”
Meskipun sertifikasi dai merupakan program yang bersifat tidak wajib, tetap saja bila yang membuat program adalah pihak pemerintah- dalam hal ini Kemenag. Sehingga, kecurigaan program ini sebagai “pesanan” penguasa pun tak terelakkan. Mengingat rekam jejak yang sudah ada, para penguasalah yang paling dominan dalammembunyikan narasi radikalisme dan intoleransi.
Selain itu, mantan presiden, Jusuf Kalla juga ikut ambil suara dalam sertifikasi dai ini. JK mengungkapkan sertifikasi ulama ini hanya di perlukan untuk para Dai yang akan diundang berceramah diinstansi pemerintah. JK menganggap untuk melakukan sertifikasi ulama akan ceramah di masjid mana pun di Indonesia bukan hal mudah. Seperti yang kita tahu bahwa jumlah dai dan ulama di seluruh indonesia jumlah jutaaan.
“Sertifikasi itu harusnya untuk para Dai mau ceramah di Masjid kantor pemerintah. Jadi kantor pemerintah atau masjidnya hanya mengundang Dai yang telah tersertifikasi tapi tidak untuk seluruh masjid yang ada di Indonesia, karena tidak mudah itu,” ucapnya.
Itulah penjelasan tentang pro kontra sertifikasi dai di Indonesia. Jika kamu ingin menekuni profesi sebagai ulama dalam dunia digital, kamu bisa banget belajar tentang manajemen digital bersama Campus Digital. Kenapa? Karena kami bisa membantumu dalam mengembangkan jasa yang berbasis digital sehingga kamu akan merasa familiar dengan konten berbasis online. Yuk, gabung sekarang ya!