Pelatihan Berbasis Kompetensi
Permen Budpar No. PM.07/DL.107/MKP/2011 merupakan acuan dalam penyelenggaraan pelatihan bidang pariwisata di Indonesia. Selain itu Kemenakertrans juga memiliki peraturan yang serupa yaitu Permenakertrans No. 8 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi. Pada prinsipnya kedua regulasi tersebut memiliki tahapan yang serupa dalam melaksanakan pelatihan. Tahap persiapan melakukan analisis kebutuhan pelatihan (TNA) yang selanjutnya menyusun program pelatihan. Program pelatihan tersebut terdiri dari penyusunan kurikulum, silabus, rekruitmen peserta, penetapan instruktur dan fasilitas pelatihan. Setelah itu, penyelenggaraan pelatihan dengan metode yang telah ditetapkan dan diakhiri dengan evaluasi terhadap peserta, instruktur dan penyelenggaraannya.
Lembaga pelatihan kerja membuat suatu program mengacu dari hasil identifikasi kebutuhan pelatihan.
Jika hasil identifikasi kebutuhan pelatihan telah tersedia standar kompetensinya baik SKKNI, standar internasional atau standar khusus, maka program pelatihan disusun berdasarkan standar kompetensi tersebut.
Namun, jika standar kompetensinya belum
tersedia maka program pelatihan harus disusun berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan pelatihan.
Data tentang penyebaran lembaga pelatihan pariwisata belum banyak dilaporkan sehingga penulis kesulitan memberikan gambaran yang baik tentang TNA yang dilakukan oleh lembaga pelatihan tersebut.
Sertifikasi Kompetensi Pariwisata
Sertifikasi kompetensi di bidang pariwisata bertujuan untuk memberikan pengakuan terhadap kompetensi tenaga kerja dan sekaligus meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja.
Pelaksanaan sertifikasi kompetensi di bidang pariwisata terlaksana oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang pariwisata
Yang terlaksanakan pada saat proses, hasil pembelajaran atau hasil pengalaman kerja pada usaha pariwisata (Surono, 2013).
LSP menyelenggarakan uji kompetensi yang memperoleh lisensi dari BNSP dan yang memberikan uji kompetensi adalah asesor yang memiliki sertifikat assessment.
Distribusi LSP di Indonesia cukup mewakili wilayah bagian tengah dan
barat di Indonesia.
Bagian timur Indonesia tidak memiliki LSP, padahal sektor pariwisata di
wilayah tersebut memiliki potensi yang baik. Lihat misalnya Raja Ampat, memiliki potensi menyerap tenaga kerja hotel, pemandu wisata, pemandu wisata, wisata selam dan sebagainya.
Secara kuantitatif, Asesor yang memberikan uji kompetensi masih kurang dengan membandingkan angkatan kerja di sektor Pariwisata.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya dalam www.detik.com bahwa terdapat 375 ribu tenaga kerja pariwisata dan yang memiliki sertifikasi kompetensi baru 121 ribu orang sampai pada tahun 2014.
Menghadap hal tersebut dan menyambut MEA 2015, Kemenpar mencanangkan program Gerakan Akselerasi Sertifikasi Tenaga Kerja Pariwisata.
Untuk mewujudkannya, Kemenpar bekerja sama dengan LSP juga beberapa industri dan sekolah pariwisata.
Akselerasinya dalam hal proses uji kompetensi, saran kepada pemilik dan manajemen industri pariwisata untuk memiliki sertifikat kompetensi, juga mengembangkan SKKNI dan materi uji kompetensi bersama LSP dan industri.
Seperti itulah pemaparan informasi mengenai informasi cara mendapatkan sertifikasi tot. Jika ingin mengetahui informasi seanjutnya, dapat kunjungi laman website Campus Digital.