January 6, 2025

SERTIFIKASI PROFESI Ataupun SERTIFIKASI KOMPETENSI?

Penulis: Raisa Fitri Aini, S. E, QRMA1 dan Wytla Nindya Ritista Atmaja, S. AB, QRMA2

Research and Development di LSP MKS

Almatrooshi et angkatan laut(AL).( 2016) melaporkan kalau kemampuan kesuksesan organisasi tergantung pada tingkatan performa organisasi itu sendiri. Salah satu tolok ukur buat memperhitungkan perihal tersebut bisa dilihat dari mutu sumber energi manusia( SDM) di dalam organisasi. Mutu SDM dalam organisasi jadi perihal yang berarti sebab berkontribusi dalam memastikan keberhasilan pencapaian sasaran serta tujuan organisasi. Oleh sebab itu, investasi kenaikan mutu SDM bisa dijadikan selaku suatu pemecahan supaya organisasi sanggup menghasilkan SDM bermutu yang cocok dengan kebutuhan organisasi.

Investasi kenaikan mutu SDM bisa dicoba dengan metode menghasilkan ataupun meningkatkan keahlian serta kapabilitas SDM itu sendiri. Salah satu metode yang bisa dicoba di antara lain merupakan menjajaki program pelatihan bersertifikat formal( tidak terbatas pada wujud pengakuan yang lain) ataupun yang diketahui dengan program pelatihan bersertifikasi. Dalam perihal ini, sertifikat merupakan wujud pengakuan atas satu set kemampuan tertentu. Sertifikat yang dikeluarkan oleh tubuh ataupun lembaga sertifikasi wajib mengacu pada ketentuan yang berlaku serta legal secara hukum.

Secara universal, sertifikasi dibagi jadi sebagian tipe, antara lain sertifikasi kompetensi serta sertifikasi profesi. Persoalan yang setelah itu timbul merupakan:“ Apakah sertifikasi kompetensi serta sertifikasi profesi merupakan perihal yang sama?”,“ Apa salah satu dari sertifikasi tersebut lebih baik?”. Penulis berupaya menanggapi 2 persoalan tersebut bersumber pada literatur serta dialog dengan praktisi di bidang terpaut.

Secara universal, kompetensi ialah keahlian kerja seorang meliputi aspek pengetahuan, keahlian, serta perilaku kerja yang cocok dengan standardisasi tertentu. Di sisi lain, profesi merupakan bidang pekerjaan yang mempunyai kompetensi tertentu yang diakui oleh warga. Hingga bisa dikenal kalau kompetensi serta profesi ialah 2 perihal yang berbeda, tetapi dalam proses penerapannya bersama memerlukan pengetahuan, keahlian, serta standardisasi tertentu yang bertabiat mengikat tiap pelakunya.

Kompetensi serta profesi sangat terpaut dengan satu bidang khusus tertentu. Salah satu contohnya merupakan kompetensi serta profesi yang berkaitkan dengan aktivitas sertifikasi. Dari keterkaitan tersebut, bisa diperoleh terminologi selaku berikut:

Sertifikasi Kompetensi: Proses pemberian sertifikat kompetensi yang dicoba secara sistematis serta obyektif lewat uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional, standar internasional, serta/ ataupun standar spesial yang lain.

Sertifikasi Profesi: Proses pemberian sertifikat kompetensi buat profesi/ kemampuan tertentu, dicoba secara sistematis serta obyektif lewat uji kompetensi terpaut profesi/ kemampuan tersebut yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional, standar internasional, serta/ ataupun standar spesial yang lain.

Sertifikasi kompetensi berkaitan dengan kompetensi atas kemampuan yang lebih universal, sebaliknya kompetensi dalam sertifikasi profesi dirancang buat membangun kemampuan spesial. Meski secara konsep tidak terdapat yang lebih baik ataupun kurang baik antara sertifikasi kompetensi serta sertifikasi profesi, tetapi keikutsertaan sertifikasi sangat tergantung pada kebutuhan tiap- tiap orang.

Salah satu metode buat memperoleh sertifikasi kompetensi maupun sertifikasi profesi merupakan lewat uji kompetensi ataupun pula diketahui selaku asesmen kompetensi. Pemerintah Indonesia mengendalikan penerapan asesmen kompetensi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah( PP) Nomor. 10 Tahun 2018 dimana menugaskan Tubuh Nasional Sertifikasi Profesi( BNSP) selaku lembaga yang membenarkan pengembangan kompetensi di Indonesia. Dalam konteks tersebut, asesmen kompetensi dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi( LSP) yang telah memperoleh lisensi dari BNSP. Standar kompetensi yang digunakan selaku acuan untuk LSP dalam melakukan asesmen kompetensi bisa mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia( SKKNI), Standar Kompetensi Kerja Spesial( SK3), ataupun standar internasional yang sudah mendapatkan verifikasi dari Departemen Ketenagakerjaan.

Selaku contoh di Indonesia, bila seorang mau mempunyai mempunyai legitimasi atas pengetahuan, keahlian, serta perilaku kerja di bidang manajemen resiko, hingga orang tersebut bisa menjajaki program sertifikasi kompetensi manajemen resiko. Bila orang tersebut lulus dari tes kompetensi yang diselenggarakan, hingga orang tersebut bisa dinyatakan berkompeten pada bidang manajemen resiko serta menemukan legitimasi berbentuk Sertifikat Kompetensi Manajemen Resiko yang dikeluarkan oleh BNSP ataupun LSP.

Sebaliknya uji kompetensi dalam konteks sertifikasi profesi biasanya diselenggarakan oleh asosiasi profesi terpaut, ataupun tubuh ataupun lembaga yang dibangun oleh asosiasi.

Selaku contoh, seorang yang mau menjabat selaku bidan, harus buat menjajaki uji kompetensi serta mempunyai sertifikasi profesi bidan yang dikeluarkan oleh Jalinan Bidan Indonesia( IBI). Pengujian yang dicoba pastinya meliputi kompetensi- kompetensi yang diperlukan buat dapat jadi bidan. Kala seorang menjajaki uji sertifikasi serta dinyatakan berkompeten, hingga orang tersebut bisa menjabat selaku bidan.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *